Pak Guru, Saya Ingin Mempersembahkan “Jubah Kemuliaan” Kepada Ibu dan Ayah Saya di Hadapan Allah di Akherat Kelak

5:35:00 PM



Diceritakan oleh seorang Khatib ketika Khutbah Jum'at. Seorang anak berumur 10 th namanya Umar. Dia anak pengusaha sukses yg kaya raya. Oleh ayahnya si Umar di sekolahkan di SD Internasional paling bergengsi di Jakarta. Tentu bisa ditebak, bayarannya sangat mahal. Tapi bagi si pengusaha, tentu bukan masalah, karena uangnya berlimpah. 

Si ayah berfikir kalau anaknya harus mendapat bekal pendidikan terbaik di semua jenjang, agar anaknya kelak menjadi orang yg sukses mengikuti jejaknya.

Suatu hari isterinya kasih tau kalau Sabtu depan si ayah diundang menghadiri acara “Father’s Day” di sekolah Umar. 

“Waduuuh saya sibuk mah, kamu aja deh yg datang.” begitu ucap si ayah kepada isterinya.

Bagi dia acara beginian sangat nggak penting, dibanding urusan bisnis besarnya. Tapi kali ini isterinya marah dan mengancam, sebab sudah kesekian kalinya si ayah nggak pernah mau datang ke acara anaknya. Dia malu karena anaknya selalu didampingi ibunya, sedang anak2 yg lain selalu didampingi ayahnya. 

Nah karena diancam isterinya, akhirnya si ayah mau hadir meski agak ogah2an. Father’s day adalah acara yg dikemas khusus dimana anak2 saling unjuk kemampuan di depan ayah2nya. 

Karena ayah si Umar ogah2an maka dia memilih duduk di paling belakang, sementara para ayah yg lain (terutama yg muda2) berebut duduk di depan agar bisa menyemangati anak2nya yang akan tampil di panggung.

Satu persatu anak2 menampilkan bakat dan kebolehannya masing2. Ada yg menyanyi, menari, membaca puisi, pantomim. Ada pula yang pamerkan lukisannya, dll. Semua mendapat applause yang gegap gempita dari ayah2 mereka.

Tibalah giliran si Umar dipanggil gurunya untuk menampilkan kebolehannya...

“Miss, bolehkah saya panggil pak Arief.” tanya si Umar kpd gurunya. Pak Arief adalah guru mengaji untuk kegiatan ekstra kurikuler di sekolah itu.

”Oh boleh..” begitu jawab gurunya. 

Dan pak Arief pun dipanggil ke panggung.“Pak Arief, bolehkah bapak membuka Kitab Suci Al Qur’an Surat 78 (An-Naba’)” begitu Umar minta kepada guru ngajinya.

”Tentu saja boleh nak..” jawab pak Arief.

“Tolong bapak perhatikan apakah bacaan saya ada yang salah.” 

Lalu si Umar mulai melantunkan QS An-Naba’ tanpa membaca mushafnya (hapalan) dengan lantunan irama yg persis seperti bacaan “Syaikh Sudais” (Imam Besar Masjidil Haram).

Semua hadirin diam terpaku mendengarkan bacaan si Umar yg mendayu-dayu, termasuk ayah si Umar yang duduk dibelakang.

”Stop, kamu telah selesai membaca ayat 1 s/d 5 dengan sempurna. Sekarang coba kamu baca ayat 9..” begitu kata pak Arief yg tiba2 memotong bacaan Umar.

Lalu Umar pun membaca ayat 9.

”Stop, coba sekarang baca ayat 21..lalu ayat 33..” setelah usai Umar membacanya…lalu kata pak Arief, "Sekarang kamu baca ayat 40 (ayat terakhir)”.

Si Umar pun membaca ayat ke 40 tsb sampai selesai."

“Subhanallah…kamu hafal Surat An-Naba’ dengan sempurna nak,” begitu teriak pak Arief sambil mengucurkan air matanya.

Para hadirin yang muslim pun tak kuasa menahan airmatanya. Lalu pak Arief bertanya kepada Umar, ”Kenapa kamu memilih menghafal Al-Qur’an dan membacakannya di acara ini nak, sementara teman2mu unjuk kebolehan yg lain?” begitu tanya pak Arief penasaran.

Begini pak guru, waktu saya malas mengaji dalam mengikuti pelajaran bapak, Bapak menegur saya sambil menyampaikan sabda Rasulullah SAW, ”Siapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” Dijawab, "Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur’an.” (H.R. Al-Hakim).


Semua orang terkesiap dan tidak bisa membendung air matanya mendengar ucapan anak berumur 10 tahun tsb… 

Ditengah suasana hening tsb..tiba2 terdengar teriakan “Allahu Akbar!” dari seseorang yang lari dari belakang menuju ke panggung.

Ternyata dia ayah si Umar, yang dengan ter-gopoh2 langsung menubruk sang anak, bersimpuh sambil memeluk kaki anaknya. 

”Ampuun nak.. maafkan ayah yang selama ini tidak pernah memperhatikanmu, tidak pernah mendidikmu dengan ilmu agama, apalagi mengajarimu membaca Al Quran.” ucap sang ayah sambil menangis di kaki anaknya.

”Ayah menginginkan agar kamu sukses di dunia nak, ternyata kamu malah memikirkan “kemuliaan ayah” di akherat kelak. Ayah maluuu nak" ujar sang ayah sambil nangis ter-sedu2.

Semua jama’ah pun terpana, dan juga mulai meneteskan airmatanya, termasuk saya.

Diantara jama’ah pun bahkan ada yang tidak bisa menyembunyikan suara isak tangisnya, luar biasa haru. Entah apa yang ada dibenak jama’ah yang menangis itu. Mungkin ada yang merasa berdosa karena menelantarkan anaknya, mungkin merasa bersalah karena lalai mengajarkan agama kepada anaknya, mungkin menyesal krn tdk mengajari anaknya membaca Al Quran, atau merasa berdosa karena malas membaca Al-Qur’an yg hanya tergeletak di rak bukunya.

Wallahu ‘alam bish shawab.

Manfaat Menikah Menurut Islam dan Al-Quran

Si Maniz 9:49:00 PM
Manfaat menikah menurut Islam dan Al-Quran. sebagaimana diketahui, anak menjadi idaman dan harapan Ayah dan Ibu. Anak yang kelak menjadi penerus dan pelanjut generasi Bapak dan Emak. Dari keluarga kemudian terbentuk masyarakat, bangsa dan peradaban umat manusia. Peradaban umat manusia akan terus langgeng dan eksistensi manusia dapat terjaga. Aspek regenerasi inilah sangat ditekankah oleh Allah Ta’ala dan penerus anak cucu Adam.

Keuntungan besar menikah dalam agama disebutkan dalam Al-qur’an bahwa manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Perjumpaan antara laki-laki dan perempuan merupakan sunnatullah. Kualitas generasi ditentukan oleh keluarga. Perhatian pada pendidikan moral, intelektual (kognitif), emosional (afektif), dan psikomotorik (kreatifitas) menjadi penting. Bobot peradaban manusia akan lebih utuh.

Sunnah Rasulullah SAW, rumah tangga dan peradaban umat manusia sangat berhubungan erat. Dengan menikah, sebuah keluarga terbentuk, dan dari keluarga itu lahirlah generasi. Anak adalah generasi manusia yang melanjutkan peradaban manusia. Peradaban manusia yang menjanjikan sangat tergantung sejauhmana kualitas generasi pelanjutnya. Generasi yang buruk berarti melahirkan peradaban buruk.

Calon suami istri yang menikah karena Allah Ta’ala akan senantiasa menghasilkan kehidupan rumah tangga yang bahagia. Namun bila tujuan yang diniatkan pada awalnya buruk, maka mungkin saja akan muncul hal-hal yang tidak diinginkan dalam pernikahan. Oleh karena itu, banyak orang tua yang selalu menanyakan tujuan pernikahan kepada anak mereka karena ingin memastikan bahwa apa yang dicita-citakan oleh anak mereka dalam suatu hubungan pernikahan adalah hal yang baik.

Manfaat Menikah Menurut Islam dan Al-Quran
 Membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warohmah merupakan tujuan mulia bagi sepasang suami isteri. Pondasi akidah yang kuat serta tsaqofah Islam yang luas akan memudahkan jalan untuk menggapai kemuliaan dalam berumah tangga. Menggali dan terus belajar tentang ilmu islam dapat memperkokoh bangunan keluarga, sebab setiap keluarga akan menemui masalah kehidupan dan solusinya dengan mengembalikannya kepada Alqur’an dan As Sunah.

Anak merupakan investasi yang sangat berharga bagi keluarga dan masyarakat. Anak-anak yang saat ini masih kecil nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Di pundak merekalah masa depan kesejahteraan ummat akan dibebankan. Memberikan mereka bekal tauhid dan akhlak semasa kecil akan menjadikan mereka sosok yang dapat diandalkan saat menginjak dewasa. Dibawah ini adalah beberapa hikmah menikah dalam agama Islam:

1. Rejeki Makin Melimpah
Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda: “Allah enggan untuk tidak memberi rezeki kepada hamba-Nya yang beriman, melainkan pasti diberinya dengan cara yang tak terhingga.” (HR. Al-Faryabi dan Baihaqi)

Dari Jabir ra., ia berkata: “Nabi saw. bersabda: ‘Ada tiga hal bila orang melakukannya dengan penuh keyakinan kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya berkah. Orang yang berusaha memerdekakan budak karena imannya kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah. Orang yang menikah karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah …..’” (HR. Thabarani).

Dari Jabir ra., ia berkata: “Nabi saw. bersabda: ‘Tiga golongan yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah ta’ala, yaitu : seorang budak yang berjanji menebus dirinya dari majikannya dengan penuh iman kepada Allah ta’ala, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membelanya dan membantunya; seorang lelaki yang menikah guna menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah (zina), maka Allah mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya rezeki …..’.” (HR. Dailami)

“Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam kehidupan berkeluarga).” (HR Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus).

2. Memperoleh Pertolongan Allah Swt
Bila cowok dan cewek menikah maka akan mendapatkan pertolongan dari Allah di hari kiamat kelak: “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah:
a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah.
b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya.
c. Perempuan dan laki-laki yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)

3. Mendapat Pahala Berlipat Ganda

Hikmah pernikahan dalam Islam selanjutnya adalah memperoleh pahala berlipat ganda. Pahala orang yang menikah itu lebih banyak dibanding yang belum menikah dalam perkara beramal. Semangat beibadah dalam keluarga akan otomatis berdampak positif kepada perkembangan anak. Sang anak akan mendapatkan tauladan dari orang tuanya tentang pentingnya belajar Islam.

Mendirikan shalat wajib 5 waktu bersama seluruh anggota keluarga dapat dijadikan salah satu sarana untuk memperoleh pahala berlipat ganda dengan semangat keislaman. “Dua rakaat yang dilakukan orang yang sudah berkeluarga lebih baik dari tujuh puluh rakaat shalat sunah yang dilakukan orang yang belum berkeluarga.” (HR. Ibnu Adiy dari Abu Hurairah)

4. Dosa Diampuni Ketika Bermesraan Dengan Pasangan
“Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw menjelaskan, “maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh Rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela-sela jari jemarinya.” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi dari Abu Sa’id Al-Khudzri r.a)

5. Menggenapkan Setengah Agama Islam
“Apabila seorang hamba telah berkeluarga, berarti dia telah menyempurnakan setengah dari agamanya maka takutlah kepada Allah terhadap setengahnya yang lainnya.” (HR At-Thabrani)

Imam Al Ghazali mengatakan bahwa hadits diatas memberikan isyarat akan keutamaan menikah dikarenakan dapat melindunginya dari penyimpangan demi membentengi diri dari kerusakan. Dan seakan-akan bahwa yang membuat rusak agama seseorang pada umumnya adalah kemaluan dan perutnya maka salah satunya dicukupkan dengan cara menikah.”

Segudang Manfaat Istighfar bagi Umat Muslim

Si Maniz 6:20:00 AM
Segudang Manfaat Istighfar bagi Umat Muslim. Beristighfar hakikatnya memohon ampun. Bukan istighfar yang spontan keluar tanpa kesadaran. Sebaliknya, beristighfarlah dengan kesadaran dan penyesalan. Memohon ampun dan bertaubat, niscaya Allah akan memberikan ampunan. Dosa manusia ibarat buih di lautan, sangat banyak dan tidak terhitung, akan tetapi ampunan Allah lebih luas dari itu. Bersegeralah bersujud memohon ampunan pada sanga Maha Pengampun. Karena jika tiba hari di mana taubat tidak lagi diterima, sungguh kita termasuk orang yang merugi.

Manusia dan dosa, sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Di mana ada manusia, di sana pasti terdapat noda. Tak ada manusia yang benar-benar bersih dari dosa, kecuali Rasulullah SAW, yang memang sudah dijamin Allah ma’shum (terbebas dari dosa). Al Ghofar, salah satu nama Allah diantara 99 asma’ul husna, yang berarti Maha Pengampun. Allah akan memberikan ampunan kepada hamba-Nya yang bertaubat dan memohon ampun. Allah berfirman, “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiyaya dirinya, kemudian mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S An Nisa: 110)

Segudang Manfaat Istighfar bagi Umat Muslim

Allah sangat menyukai orang-orang yang bertaubat dan memohon ampunan-Nya. Sampai-sampai Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika saja kalian tidak pernah berbuat dosa, pasti Allah sudah melenyapkan kalian, kemudian mendatangkam suatu kaum yang berbuat dosa. Kemudian memohon ampun kepada Allah, lalu Allah pun akan mengampuni mereka.” (HR. Muslim)

Hadits di atas bukan berarti lantas kita bebas berbuat dosa. Itu menunjukkan betapa Allah sangat menyukai orang-orang yang memohon ampunan-Nya. Saat melakukan kesalahan, besar atau kecil, memohonlah ampun kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan ampunan.

Iblis sejatinya telah bersumpah untuk menyesatkan anak cucu Adam hingga mereka terjebak ke dalam dosa dan kemaksiatan. Namun, Allah -sekali lagi- adalah Maha Pengampun. Dia tidak akan pernah berhenti memberi ampunan.

Rasulullah SAW bersabda, “Iblis pernah berkata, ’Demi kemulian-Mu, aku tidak akan pernah berhenti menyesatkan hamba-hamba-Mu selama ruh masih menempel di badan mereka.’ Kemudian Allah berfirman, ’Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, Aku tidak akan berhenti memberikan ampunan kepada mereka selama mereka meminta ampunan-Ku.’” (HR Ahmad dan al Hakim dalam kitab shahihnya dan disetujui oleh adz Dzahabi)

Rasulullah SAW bersabda, “Allah berfiman, ’Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau selama berdoa dan berharap kepada-Ku, maka Aku pasti akan memberikan ampunan kepadamu atas segala dosa-dosamu dan Aku tidak memperdulikan kecil dan besarnya dosa. Wahai anak Adam, andaikata dosa-dosamu sampai ke langit, kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku, maka pasti aku akan memberikan ampunan kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku, tapi engkau tidak menyekutukan-Ku sedikitpun, maka pasti Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi.” (HR Tirmidzi)

Dari Abdullah bin Basyar, dari Ibnu Majah dengan sanad yang shahih, ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Berbahagialah bagi orang yang di dalam catatan amal mereka menemukan istighfar yang banyak.”

Disadari atau tidak, dalam sehari kita bisa saja berbuat lebih dari satu dosa, baik yang disengaja atau tidak. Baik dosa yang berhubungan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain; seperti sombong, riya’, ghibah, dzalim, riba bahkan meninggalkan shalat. Coba saja kita tulis, amalan shalih dan keburukan yang kita buat dalam satu hari, lalu bandingkan! Jika kita mau jujur, daftar keburukan akan lebih banyak dari pada amalan shalih. Itu catatan kita, bagaimana dengan catatan malaikat? Bukankah di hari akhir nanti, catatan-catatan ini akan dihisab dan ditimbang, amalan atau dosa yang lebih berat?

3 Pahala Abadi Meski Orangnya Telah Mati

Si Maniz 6:04:00 AM

3 pahala abadi meski orangnya telah mati. Kehidupan umat manusia di dunia ini, tidaklah abadi ataupun kekal selamanya. Hidup di dunia ini akan berakhir dan berlanjut pada kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Di dunia, sebagaimana orang-orang bijak mengatakan, “cuma sekedar numpang minum". Hanya mampir untuk sekedar melepas dahaga.” Juga seringkali diibaratkan sebagai sebuah perjalanan. Tak salah, karena sejatinya, kehidupan ini memang mirip dengan perjalanan. Mulai dari ketika Allah mengutus seorang malaikat untuk meniup ruh pada jasad kita ketika bayi, hingga di akhirat kelak. Setiap tahapannya mirip dengan perjalanan.

Masa hidup di dunia adalah tempat bagi kita untuk melepas dahaga dan mempersiapkan bekal menuju perjalanan ke akhirat. Barangsiapa yang banyak berbekal dengan kebaikan, niscaya Allah akan mudahkah jalannya di akhirat kelak. Ada yang mengatakan, “Ad-dunyaa mazro’atul aakhiroh. Dunia adalah tempat kita menanam untuk kemudian kita memanennya di akhirat.” Maka tak heran, kita harus beramal sebaik-baiknya untuk akhirat kelak.

Ketika berada di dunia ini, akan ada waktu bagi kita untuk berbekal dengan kebaikan dan amal shalih. Namun, bagaimana ketika kita sudah tak berada di dunia ini?

3 Pahala Abadi Meski Orangnya Telah Mati


Jawabannya ada pada sebuah hadits yang pernah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada para Sahabat terdahulu. Disebutkan di dalam hadits shahih dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendoakannya.”  [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]

Ketika anak cucu Adam meninggal, maka semua amalannya akan terputus. Namun, ada tiga amalan yang tak akan terputus meskipun seseorang meninggalkan dunia ini. Ada sajakah ketiga amalan itu?

Pertama, sedekah jariyah. Apakah sedekah jariyah itu? Sedekah jariyah adalah ketika kita menginfakkan harta kita atau apapun yang kita miliki agar bisa bermanfaat bagi banyak orang meskipun kita telah tiada. Semisal membangun masjid, membuat hal yang bisa dimanfaatkan orang banyak, dan macam-macam perbuatan yang masih bisa dirasakan manfaatnya sepanjang waktu.

Kedua, Ilmu yang bermanfaat. Yaitu segala macam ilmu yang ia ajarkan kepada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia menulis buku, atau hal-hal lain sebagai wasilah untuk menyampaikan ilmunya agar bisa bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia meninggal dunia.

Ketiga, anak yang shalih, karena ketika seorang anak itu menjadi shalih merupakan hasil dari kerja keras orang tuanya dalam mendidiknya. Islam sangat menganjurkan seseorang untuk memperhatikan pendidikan anak-anak mereka terutama dalam hal agama, sehingga nantinya anak tersebut tumbuh menjadi anak shalih. Lalu anak tersebut menjadi sebab, yaitu orang tuanya masih mendapatkan pahala meskipun orang tuanya sudah meninggal dunia, yaitu melalui doa anaknya.

Nah, itulah tiga hal yang sangat bermanfaat bagi kita saat di akhirat kelak meskipun kita tak lagi ada di dunia. Marilah kita berusaha untuk memperbanyak amal shalih kita untuk bekal di akhirat kelak.

Sejarah Uwais Al Qarni

Si Maniz 4:59:00 AM
Sejarah Uwais Al Qarni. Kisah orang-orang pilihan hendaknya patut diambil faedah dan pelajaran. Terutama mereka yang memiliki amalan mulia bakti pada orang tua sehingga banyak orang yang meminta doa kebaikan melalui perantaranya. Apalagi yang menyuruh orang-orang meminta doa ampunan darinya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sudah disampaikan oleh beliau jauh-jauh hari.

Sejarah Uwais Al Qarni



Kisahnya adalah berawal dari pertemuaannya dengan ‘Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu. Dari Usair bin Jabir, ia berkata, ‘Umar bin Al Khattab ketika didatangi oleh serombongan pasukan dari Yaman, ia bertanya, “Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bernama Uwais bin ‘Amir?” Sampai ‘Umar mendatangi ‘Uwais dan bertanya, “Benar engkau adalah Uwais bin ‘Amir?” Uwais menjawab, “Iya, benar.” Umar bertanya lagi, “Benar engkau dari Murod, dari Qarn?” Uwais menjawab, “Iya.”

Umar bertanya lagi, “Benar engkau dahulu memiliki penyakit kulit lantas sembuh kecuali sebesar satu dirham.”

Uwais menjawab, “Iya.”

Umar bertanya lagi, “Benar engkau punya seorang ibu?”

Uwais menjawab, “Iya.”

Umar berkata, “Aku sendiri pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”

Umar pun berkata, “Mintalah pada Allah untuk mengampuniku.” Kemudian Uwais mendoakan Umar dengan meminta ampunan pada Allah.

Umar pun bertanya pada Uwais, “Engkau hendak ke mana?” Uwais menjawab, “Ke Kufah”.

Umar pun mengatakan pada Uwais, “Bagaimana jika aku menulis surat kepada penanggung jawab di negeri Kufah supaya membantumu?”

Uwais menjawab, “Aku lebih suka menjadi orang yang lemah (miskin).”

Tahun berikutnya, ada seseorang dari kalangan terhormat dari mereka pergi berhaji dan ia bertemu ‘Umar. Umar pun bertanya tentang Uwais. Orang yang terhormat tersebut menjawab, “Aku tinggalkan Uwais dalam keadaan rumahnya miskin dan barang-barangnya sedikit.” Umar pun mengatakan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”

Orang yang terhormat itu pun mendatangi Uwais, ia pun meminta pada Uwais, “Mintalah ampunan pada Allah untukku.”

Uwais menjawab, “Bukankah engkau baru saja pulang dari safar yang baik (yaitu haji), mintalah ampunan pada Allah untukku.”

Orang itu mengatakan pada Uwais, “Bukankah engkau telah bertemu ‘Umar.”

Uwais menjawab, “Iya benar.” Uwais pun memintakan ampunan pada Allah untuknya.

“Orang lain pun tahu akan keistimewaan Uwais. Lantaran itu, ia mengasingkan diri menjauh dari manusia.” (HR. Muslim no. 2542)

Akhlak Muslim, Kewajiban Menghormati Tetangga

Si Maniz 6:28:00 AM
Akhlak Muslim, Kewajiban Menghormati Tetangga. Sudahkah kita mencintai tetangga seperti mencintai diri kita sendiri? Jika belum, berarti belum sempurna iman kita, sebagaimana sabda Nabi SAW di atas. Tetangga kita apa dan bagaimanapun “rasanya”, Rasulullah SAW sebagai teladan, mengajarkan kita untuk selalu berbuat baik kepada tetangga, mencintai mereka sebagaimana mencintai diri kita sendiri. Dari Anas ra, Rasulullah saw bersabda, ”Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak dikatakan beriman seorang hamba hingga ia mencintai saudaranya (tetangganya) seperti mencintai dirinya sendiri.” (HR Muslim).

Manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa hidup sendiri dan pasti selalu membutuhkan orang lain dalam setiap aktivitasnya. Apalagi dalam hidup bermasyarakat. Bagi seorang perantau, ada orang yang kedudukannya lebih dekat daripada keluarga, yaitu tetangga. Hidup bertetangga itu seperti jargon sebuah produk, rame rasanya. Ada manis, asam dan asin. Ada tetangga yang baik dan ramah, ada tetangga yang suka menggunjing orang lain, ada tetangga yang tipenya komentator, semua dia komentari. Ada juga yang cuek, sampai tidak peduli ketika tetangga sebelah sakit gigi, dia asik karaokean dengan volume cetar.

Faktanya, banyak sekali kehidupan bermasyarakat yang tidak sesuai dengan sunah Rasul SAW, terlebih di daerah perkotaan. Bagaimana bisa mencintai mereka, sedangkan betegur sapa saja sangat jarang. Sudah bukan rahasia lagi jika adab-adab bertetangga sudah mulai ditinggalkan di era yang serba modern seperti sekarang ini.

Allah berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.” (Q.S An-Nisaa : 36). Menurut Islam, ada hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat. Rasulullah SAW bahkan sempat mengira bahwa tetangga akan menjadi salah satu ahli waris, saking banyaknya perintah Allah untuk memuliakan tetangga.

Akhlak Muslim, Kewajiban Menghormati Tetangga

Bagaimana agar kita bisa menjadi muslim yang bisa mencintai tetangganya sebagaimana mencintai diri sendiri? Sesungguhnya dalam diri Rasulullah SAW terdapat teladan yang baik. Akhlak Rasulullah adalah Al Qur’an. Sebagai seorang muslim, tidak ada contoh sempurna kecuali beliau. Maka dari itu, untuk menumbuhkan rasa cinta kasih di antara tetangga, hal yang perlu kita lakukan adalah saling memuliakan.

Dari Muadz bin Jabal, mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah apa hak tetangga atas tetangga?” Rasulullah SAW menjawab, “Jika dia berhutang kepadamu, hendaklah kau utangi. Jika meminta bantuan, hendaklah kau bantu. Jika sakit hedaklah kau jenguk. Jika membutuhkan, hendaklah kau beri. Jika miskin, hendaklah kau bantu. Jika ia mendapat kebaikan hendaklah kau beri selamat. Jika ia terkena musibah, hendaklah engkau berbelasungkawa. Jika ia meninggal, hendaklah engkau mengantarkan jenazahnya ke pemakaman. Janganlah meninggikan bangunan di atas bangunannya hingga menghalagi angin darinya, kecuali atas seiizinnya. Jangan mengganggunya dengan aroma masakanmu, kecuali engkau memberinya. Jika engkau membeli buah, maka hadiahilah dia, dan jika engkau tidak melakukannya, maka masukanlah secara sembunyi-sembunyi.” Hadits di atas diriwayatkan oleh Ath Thabrani. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari menyatakan, “Sanad-sanadnya lemah (wâhiyah), tetapi beragamnya jalurnya mengindikasikan hadis tersebut memiliki asal.”

Memuliakan tetangga berarti memenuhi hak mereka. Selain karena ini adalah hal yang diperintahkan Rasulullah SAW, yang insya Allah mendapatkan ganjaran pahala jika dilakukan, juga dapat menumbuhkan cinta kasih di antara keduanya. “Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak sayur, maka perbanyaklah airnya dan bagikanlah kepada tetanggamu.” (HR Muslim)

Alih-alih memerintahkan sahabatnya untuk membagikan/memperbanyak sayurnya, Rasulullah SAW malah menyuruh menambahkan air yang banyak hingga bisa dibagikan ke tetangga. Selain itu jika ada tetangga yang memberikan makanan yang sedikit, atau hanya kuah, kita dilarang untuk mencela. Memenuhi hak mereka bukan berarti mengabaikan hal diri sendiri. Penuhilah dengan kadar kemampuan yang kita miliki. Jangan memaksakan diri hingga mendzolimi keluarga sendiri. Rasulullah bahkan memberikan solusi bagaimana bisa berbagi dengan keterbatasan.

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai wanita-wanita muslimah, seorang tetangga tidak boleh menyepelekan tetngga yang lainnya meskipun mereka memberikan hadiah tulang kambing yang sedikit dagingnya.” (Mutafaq’alaih)

Seburuk-buruknya tetangga, jangan sampai kita lupa untuk memenuhi hak-hak mereka. Teruslah berbuat baik, karena di dalamnya ada perintah Allah SWT dan label orang yang beriman adalah mereka yang bisa memuliakan tetangganya.

Cara Membangun Keluarga Sakinah dalam Agama Islam

Si Maniz 7:44:00 PM
Cara Membangun Keluarga Sakinah dalam Agama Islam. Sesungguhnya pada diri Rasulullah suri teladan yang bagus bagi kalian. Bagaimanakah cara rasul dalam berumah tangga dan berinteraksi dengan keluarga beliau. Dan bagaimana pula para istri Ummahatul Mukminin berinteraksi dengan rasulullah untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah. Suaru seorang sahabat bertanya kepada Aisyah, Apa yang biasanya dilakukan oleh Rasul di rumah? Aisyah menjawab, Rasulullah biasa melayani atau membantu istrinya dalam pekerjaan rumah dan jika datang waktu shalat beliau pun keluar rumah untuk melaksanakannya. (HR Bukhori).

Setiap manusia sudah diberikan pasangannya masing-masing, setiap pasangan muslim bercita-cita untuk membangun keluarga yang sakinah. Dan setiap ada teman, kerabat, sahabat dan keluarga yang menikah kebanyakan doa yang diberikan adalah agar menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Ungkapan itu menjadi familiar dan menjadi hal yang umum bagi umat muslim. Ada beberapa orang menyebutkan keluarga yang sakinah itu adalah keluarga yang dibangun dengan hukum-hukum islam atau keluarga yang harmonis dan bahagia atau keluarga yang sama-sama mengingatkan jalan menuju surga.

Cara Membangun Keluarga Sakinah dalam Agama Islam

Suami adalah sebagai kepala keluarga, pemimpin keluarga yang mempunyai kewajiban memberikan nafkah kepada istri dan anaknya. Sementara itu istri memiliki peran penting juga, dimana tugas utamanya adalah sebagai ibu dan sebagai manajemen atau pengatur rumah tangga. Selain itu anak bertugas untuk berbuat baik, patuh, dan taat kepada kedua orang tua selama orang tua masih memberikan perintah atau nasihat yang baik dan benar di jalan Allah. Semoga kita semua bisa mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Dalam bahasa arab sakinah berarti kedamaian, ketentraman, ketenangan dan kebahagiaan. Jadi arti keluarga sakinah itu menurut defenisi bahasa adalah membangun sebuah keluarga atau rumah tangga yang damai, tentram dan penuh kebahagiaan. Apa itu arti mawaddah: Dalam bahasa mawaddah itu berarti cinta atau suatu harapan. Mawaddah akan terwujud jika sebuah pernikahan yang dibangun dengan cinta antara suami dan istri dalam keadaan susah maupun senang dan mempertahankan cintanya selamanya. Apa itu arti warohmah: Atau (wa rahmah) yaitu kata tunggalnya adalah rahmah. Yang berarti kasih sayang. Kasih sayang yang tulus sangat penting dalam sebuah keluarga untuk mencapai suatu keluarga yang berbahagia. Jika digabungkan arti sakinah mawaddah warohmah dalam suatu keluarga adalah suatu keluarga yang damai, tentram, penuh cinta dan juga kasih sayang.

Untuk mewujudkan keluarga sa-ma-ra (sakinah mawaddah warohmah) itu tentu dibutuhkan sebuah perjuangan yang di bangun dengan sebuah niat, mengikuti aturan al qur’an dan tentunya mengikuti petunjuk dari nabi Muhammad s.a.w. Dimana keluarga impian umat muslim itu adalah keluarga yang hidup saling mencintai, saling mendukung, saling mengasihi dan saling pengertian karena mengharap ridho Allah s.w.t.

Tapi, bagaimanakah konsep keluarga sakinah itu menurut islam yang sebenarnya? Apakah arti dari sakinah, mawaddah, warahmah itu? Bagaimana memilih calon pendamping yang benar? dan apa tujuan dari perkawinan? dan apa saja hak dan kewajiban dari kedua belah pihak? Marilah kita sejenak melihat lebih dekat mengenai keluarga sakinah menurut islam, agar kita mempunyai pemahaman yang kuat dan niat yang jelas tentang keluarga sakinah menurut islam.

Tentunya semua itu berdasarkan syariat islam dalam rangka ibadah kepada Allah s.w.t dengan tujuannya antara lain adalah menjaga kehormatan, melahirkan keturunan dan mempererat silaturahmi secara islami. Jika bermanfaat, mohon like fb page kami ya!! Untuk mewujudkan sebuah keluarga samara, tentunya semua anggota keluarga mempunyai peran-peran penting. Islam telah jelas-jelas memberikan apa saja tugas dan fungsi masing-masing anggota keluarga yang harmonis, diliputi suasana iman, takwa dan bahagia.

Tentunya ada banyak hikmah dan kebahagian yang didapat ketika Allah SWT mensyariatkan pernikahan kepada umatnya, yang disifatkan didalam alqur’an dengan ‘Miitsaaqan Galiidzan’ (tali ikatan yang berat). Dimana pernikahan itu tidaklah hanya sebagai pemenuhan atau penyaluran seksual secara halal namun ada pula tujuan yang lebih agung dari pada itu. Dari sebuah ikatan pernikahan diharapkan juga dapat menciptakan keluarga yang berbibit kan ketenangan dan sakinah, berbuah cinta kasih dan mawaddah, dieratkan pula dengan kasih sayang dan rahmah bagi keduanya.

Dalam rumah tangga yang samara dibutuhkan juga untuk saling memahami perasaan pasangan. Sesungguhnya aku tahu jika kamu sedang ridho terhadap ku atau ketika kamu sedang marah kepadaku”, begitu suatu kali Rasulullah menegur Aisyah. “Jika kau ridho terhadap ku, kau akan berkata: “Tidak, demi Tuhan Muhammad”, tetapi jika kau marah, kau berkata, “Tidak, demi Tuhan Ibrahim”. (HR. Muslim).